The Self. Carl Rogers mendeskripsikan the self sebagai sebuah konstruk yang menunjukan bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri. The self ini dibagi 2, yaitu : Real-Self dan Ideal-Self. Real self adalah keadaan diri individu saat ini, sementara ideal self adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh individu tersebut. Jadi real self dan ideal self adalah, real self=(saya adalah...) ideal self=(saya harus...)
Real self dibentuk dari actualizing tendency, organismic valuing, serta menerima penghargaan atas keberhasilannya, sedangkan ideal self didapat dari kondisi keberhargaan yang diberikan masyarakat, yaitu adalah nilai-nilai yang dimiliki masyarakat untuk dapat dihargai, misalkan: pada usia 25 tahun seorang laki-laki diharapkan oleh lingkungannya telah memiliki pendapatan sendiri. Ini adalah kondisi keberhargaan di masyarakat dimana jika seorang laki-laki gagal melakukannya, penghargaan dari lingkungannya kepada dirinya akan berkurang, teman-temannya mungkin akan menggangap laki-laki itu (walaupun temannya sendiri) lebih “rendah” dari dirinya. Hal seperti inilah yang menyebabkan terjadinya konflik antara ideal self dan real self serta menciptakan gap antara kedua self.
Manusia memang tidak pernah puas, selalu saja ada hal baru yang ingin dicapainya. Ideal self selalu ada diatas real self. Gap antara ideal self dan real self inilah yang disebut sebagai incongruence, incongruence adalah suatu yang dinamis, dapat naik dapat pula turun. Kedinamisan nilai antara real self dan ideal self dapat digunakan untuk penilaian indeks kepuasan hidup seseorang, cara menilai indeks kepuasan hidup adalah dengan menilai kedekatan antara kedua self tersebut. Dengan demikian cara untuk menaikkan indeks kepuasan hidup dapat dengan cara menaikkan real self atau menurunkan ideal self sehingga keduanya saling berdekatan. tetapi tidak semudah itu. Menaikkan real self berarti meng-upgrade kehidupan itu sendiri, sedangkan menurunkan ideal self adalah berusaha menerima diri apa adanya, keduanya adalah hal yang sulit.
Pada saat terjadi konflik antara kedua self ini. Seorang individu akan merasa cemas, artinya seorang individu sudah berada pada posisi terancam eksistensinya, contohnya keadaan gagal ujian: ideal self adalah lulus ujian dan kenyataanya gagal, Jika kita sadar akan kegagalan kita maka solusinya adalah belajar lebih rajin, tetapi ada juga individu yang menggunakan opsi defense mechanism dalam menghadapi kegagalannya.
Defense mechanism, kata ini dapat diartikan sebagai respon penyangkalan yang diberikan seseorang terhadap situasi yang mengancam. Situasi mengancam disini adalah situasi yang mengancam eksistensi diri, seperti: kegagalan dalam ujian, ketidakmampuan mengerjakan tugas, dll. Seseorang dikatakan melakukan defense jika ia membela ketidakberhasilannya itu. Misalkan dalam contoh kegagalan dalam ujian membela diri dengan mengatakan: "ini semua kesalahan dosen yang ga pernah masuk", atau "ahh, ketuker kalee nilainya". Defense adalah salah satu tanda bahwa dirinya tidak mampu menerima keadaan yang terjadi. Defense ini adalah "trade mark" yang tidak bisa dipisahkan dari Sigmund Freud pendiri aliran Psikoanalisa. Walaupun begitu, defense yang dimaksudkan disini adalah defense yang diajukan oleh Carl Rogers. Bedanya, defense menurut Carl Rogers hanya ada 2 (thanks God): denial dan perceptual distortion.
Defense ini dapat memperbesar incongruence yang terjadi antara kedua self, sehingga semakin besarlah gap nilai antara ideal self dan real self, semakin sulit pulalah si real self mengejar ketertinggalannya dari ideal self. Untuk diingat, defense hanya dapat "mengobati" sesaat saja, dan sebuah defense dapat "mengarahkan" individunya pada defense selanjutnya terlebih lagi jika seorang individu merasa nyaman dengan "keadaan tenang sesaat" yang diberikan oleh defense. A lie can lead to another lie.
Karena defense meningkatkan incongruence maka semakin banyak defense yang dilakukan semakin besar pula incongruence yang ada. Pola ini semacam sebuah lingkaran setan yang menghantarkan individu tersebut kedalam penghancuran dirinya sendiri. Semakin besar gap-nya dapat menimbulkan yang namanya Psychosis.
Psychosis terjadi ketika pola defense seorang individu melewati batas (overwhelmed,) dan perasaan mereka terhadap diri sendiri menjadi ‘terpotong-potong’ menjadi bagian-bagian kecil yang terpisah (disconnected). Individu ini mungkin dapat kehilangan kemampuan dia membedakan self dan non-self, serta menjadi disoriented dan pasif.
Cara untuk mengurangi gap yang terjadi adalah dengan meningkatkan real self yang kita miliki sehingga mendekati ideal self, bukan dengan mendistorsi penglihatan kita sendiri terhadap kedua self tersebut.
Tautan untuk artikel ini:
http://psipop.blogspot.com/2010/03/carl-rogers-self-defense-dan-psychosis.html
Artikel yang sangat terkait dengan artikel ini:
Carl Rogers: Organismic Valuing Processing
disadur dari:
Boeree, C.G. (1998) Carl Rogers. diakses pada tanggal maret 24, 2010 dari http://webspace.ship.edu/cgboer/rogers.html
Nelwandi, Y.H. (2006) Presentasi Psikologi Kepribadian II: B. Teori Carl Rogers. Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar